Translate

Indonesia yang Malang, Memberikan Gunung Emas Kepada Amerika (Freeport)

Ditulis oleh: -
Saya sangat bersyukur dengan kekayaan alam indonesia, namun sangat malu dengan ketidakmampuan kita dalam mengelola sumber daya alam ini. Saya akan sangat setuju bila Presiden mendatang adalah orang yang mempunyai visi kuat untuk menasionalisasi perusahaan tambang asing yang ada di negara ini. Setelah itu tinggal memanggil dan memberdayakan intelektual- intelektual indonesia yang bertebaran di luar negeri, meminta mereka membagi ilmu, waktu dan tenaga untuk membangun bangsa ini. Tapi sudahlah itu ranah politik, bukan minat saya, he..he..

Perlu kita lihat sejenak kasus penambangan lain di daerah Aceh dan sumatera barat. Penambangan banyak dilakukan oleh rakyat dan sangat tidak ramah lingkungan, akibatnya masyarakat diburu aparat dengan dalih melakukan penambangan ilegal. Seharusnya pemerintah mencarikan solusi pengaturan penambangan ramah lingkungan dengan tetap mempertahankan usaha kerakyatan, bukan malah memburu rakyat, tapi membuka kran investasi untuk investor asing (Cina). Saya tidak mau Sumatera Barat di kuasai asing, seperti Papua.

Sepertinya akhir-akhir ini Indonesia kekurangan uang sehingga kesulitan untuk memberikan rakyatnya subsidi BBM dan berniat menaikkan harganya.  Alhasil rakyat Indonesia harus kembali mengencangkan ikat pinggang yang sejatinya memang sudah kencang sejak lama.  Miskinkah Indonesia? Tentu saja tidak.  Karena Negara ini ternyata punya pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia.  Namanya PT. Freeport.


Pertambangan ini konon telah menghasilkan 7,3 Juta Ton tembaga dan 724,7 Juta Ton emas.  Coba kita uangkan jumlah tersebut dengan harga emas sekarang, anggap saja Rp.300.000,-/Gram. Sehingga 724,7 Juta Ton emas = 724.700.000.000.000 Gram x Rp 300.000. = 217.410.000.000.000.000.000 Rupiah!!!!!  ada yang bisa   baca nilai tersebut?.  Coba bandingkan dengan kegundahan Hatta Rajasa ketika subsidi BBM “baru” mencapai angka Rp, 300.000.000.000.000,-  atau terbilang 300 Triliun rupiah. (Tribun 4/4)

Harap dicatat, itu hanya untuk emas belum lagi tembaga serta bahan mineral lainnya. Namun alangkah malangnya bukan kita yang mengelola pertambangan ini melainkan AMERIKA.  Sebenarnya boleh saja negara lain mengelola kekayaan di negeri ini karena alasan teknologi yang belum dimiliki Indonesia.  Namun jika sistim bagi hasil dengan prosentasenya adalah 1% untuk negeri pemilik tanah dan 99% untuk Amerika sebagai pihak yang mengelolanya sungguh CILOKO.  Bahkan ketika emas dan tembaga disana mulai menipis ternyata dibawah lapisan emas dan tembaga tepatnya di kedalaman400 meter ditemukan kandungan mineral yang harganya 100 kali lebih mahal dari pada emas, yaitu URANIUM.  Bahan baku pembuatan nuklir itu melimpah ditemukan disana.  Belum jelas jumlah kandungan uranium yang ditemukan disana, tapi kabar terakhir yang beredar menurut para ahli, konon kandungan uranium di sana cukup untuk membuat pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas yang dapat menerangi seluruh BUMI!.

 Isi perut bumi Indonesia

Keberadaan Freeport sejak kontrak karya ke- 1 adalah ilegal dalam transparansi dan ketetapan pajak bagi negara. Hasil Freeport baru diketahui secara resmi dan diatur dalam Undang- undang negara Indonesia sejak kontrak karya ke-2.

Kontrak karya pertama Freeport tahun 1967 sesungguhnya fiktif.  Indonesia sudah rugi sejak Freeport masuk. Sekarang pun tetap rugi karena konstitusi Negara ini mendukung emas dibawa ke Amerika dan negara lainnya di dunia. Pemerintah malah sibuk dengan kasus-kasus keamanan perusahaan di Papua, sedangkan ekonomi bangsa terabaikan.

Di bawah ini adalah gambaran apa saja tentang Freeport yang sudah berlalu. Agar bangsa ini dapat merefleksikan bagaimana solusi terbaik bagi Papua dan tentunya martabat bangsa Indonesia di ukur sejak penanganan kasus semacam Freeport diPapua. Dengan cadangan 25 milyar pon tembaga, 40 juta ons emas dan 70 juta ons perak, nilainya sekitar 40 milyar dollar AS berdasarkan harga berlaku. Freeport diberikan jaminan untuk bekerja di lokasi pertambangan untuk bertahun-tahun. Jika menemukan tambahan kekayaan mineral di atas 4,1 juta hektar di tanah sekitarnya akan menjadi hak eksklusif Freeport.

PT. Freeport Indonesia (PTFI atau Freeport) adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport- McMoRan Copper & Gold Inc. Perusahaan ini merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing- masing tambang Ertsberg dari {1967 – 1988} dan tambang Grasberg {sejak 1988}, di kawasan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Freeport-McMoRan berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan US$ 6,555 miliar pada tahun 2007. Mining Internasional, sebuah majalah perdagangan, menyebut tambang emas Freeport sebagai yang terbesar di dunia. Freeport mulai banyak menarik perhatian masyarakat setelah terungkapnya berbagai permasalahan dan insiden yang terjadi di wilayah konsesi pertambangan perusahaan tersebut. Berbagai pendapat, baik dari media, lembaga swadaya masyarakat, serta akademisi menyoroti masalah yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan, adaptasi sosio-kultural, keterlibatan TNI, bahkan hal-hal yang berkaitan dengan politik separatis dari kelompok penduduk asli.

Benderaku

Namun, dalam tulisan ini permasalahan yang akan diulas adalah yang berkaitan dengan tidak optimalnya pengelolaan potensi ekonomi dan sumberdaya mineral di wilayah pertambangan tersebut bagi penerimaan negara. Berikut akan diuraikan mengenai potensi tembaga dan emas yang tersimpan di Grasberg dan Erstberg, serta pengelolaan pertambangan Freeport yang tidak optimal bagi pemerintah Indonesia. Akibatnya, manfaat ekonomi yang diperoleh pemerintah Indonesia tidak maksimal. Bahkan, dapat dikatakan Indonesia mengalami kerugian negara yang sangat besar karena tidak adil, tidak transparan dan bermasalahnya pengelolaan sumberdaya mineral itu.

Kontrak Karya yang Merugikan dari Generasi ke Generasi

Freeport memperoleh kesempatan untuk mendulang mineral di Papua melalui tambang Ertsberg sesuai Kontrak Karya Generasi I (KK I) yang ditandatangani pada tahun 1967. Freeport adalah perusahaan asing pertama yang mendapat manfaat dari KK I. Dalam perjalanannya, Freeport telah berkembang menjadi salah satu raksasa dalam industri pertambangan dunia, dari perusahaan yang relatif kecil. Hal ini sebagian besar berasal dari keuntungan yang spektakuler sekaligus bermasalah yang diperoleh dari operasi pertambangan tembaga, emas, dan perak di Irian Jaya, Papua.

KK I dengan Freeport ini terbilang sangat longgar, karena hampir sebagian besar materi kontrak tersebut merupakan usulan yang diajukan oleh Freeport selama proses negosiasi, artinya lebih banyak disusun untuk kepentingan Freeport. Dalam operasi pertambangan, pemerintah Indonesia tidak mendapatkan manfaat yang proposional dengan potensi ekonomi yang sangat besar di wilayah pertambangan tersebut. Padahal bargaining position pemerintah Indonesia terhadap Freeport sangatlah tinggi, karena cadangan mineral tambang yang dimiliki Indonesia di wilayah pertambangan Papua sangat besar bahkan terbesar di dunia.

Selain itu, permintaan akan barang tambang tembaga, emas dan perak di pasar dunia relatif terus meningkat. Dengan kondisi cadangan yang besar, Freepot memiliki jaminan atas future earning. Apalagi, bila ditambah dengan kenyataan bahwa biaya produksi yang harus dikeluarkan relatif rendah karena karakteristik tambang yang open pit. Demikian pula emas yang semula hanya merupakan by-product, dibanding tembaga, telah berubah menjadi salah satu hasil utama pertambangan. Freeport sudah sejak lama berminat memperoleh konsesi penambangan tembaga di Irian Jaya.

KK I Freeport disusun berdasarkan UU No 1/67 tentang Pertambangan dan UU No. 11/67 tentang PMA. KK antara pemerintah Indonesia dengan Freeport Sulphur Company ini memberikan hak kepada Freeport Sulphur Company melalui anak perusahaannya (subsidary) Freeport Indonesia Incorporated (Freeport), untuk bertindak sebagai kontraktor tunggal dalam eksplorasi, ekploitasi, dan pemasaran tembaga Irian Jaya. Lahan ekplorasi mencangkup areal seluas 10.908 hektar selama 30 tahun, terhitung sejak kegiatan komersial pertama. KK I mengandung banyak sekali kelemahan mendasar dan sangat menguntungkan bagi Freeport dan segelintir orang yang duduk di kursi kekuasaan.

Wajar jika muncul dugaan bahwa freeport sebenarnya adalah negara bagian Amerika yang ada di Indonesia.  Benarkah?

0 komentar "Indonesia yang Malang, Memberikan Gunung Emas Kepada Amerika (Freeport)", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Link Sobat